let's share the light

Terompah Musa

Picture
TEROMPAH MUSA...(1)  Sunday, March 28, 2010 at 9:32pm Tadi tamba sare sore2 sempat aku buka2 Qur’an, sejenak aku tertegun di kisah perjalanan ruhani Musa a.s. yang berguru kepada Nabi Syueb yang sekaligus mertuanya juga, selama kurun waktu 10 tahun. Pengabdian total kepada Nabi Syueb diwujudkan dalam pekerjaanya sehari-hari menggembala- domba-domba mertuanya selama 40 tahun dan merupakan perjalanan spiritualnya dalam meluruhkan ego dihadapan gurunya.

Dalam perjalanan mengembala domba-domba, suatu saat Musa beserta keluarganya hingga sampai di Gunung Sinai, dan saat menatap kearah bukit, beliau tiba2 melihat seonggok yang menyala di bukit. Keingin tahuan Musa untuk mencari sumber api juga perlu untuk menghangatkan badan keluarganya yang kedinginan. Musa tertegun dan takjub melihat Api itu (disebut Naar dalam Al Quran) tidak membakar semak-semak. Terbersit dalam hati dan pikiran, bahwa nyala api itu adalah qiyas dari ’Cahaya’ atau Nur.

Yang tampak oleh Musa pada saat melihatnya hanyalah Cahaya, maka, ketika Musa dengan kasat mata melihat bahwa semak-semak itu tidaklah terbakar oleh nyala api fisikal. Ketika Musa mendekati nyala api itu, tiba-tiba Musa mendengar suara dibalik api itu sebagaimana dijelaskan dalam Qur’an Suci, Surat Thaha 11 – 14.

“Maka ketika ia datang ketempat api itu ia dipanggil : “Hai Musa“. Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, tanggalkanlah kedua Terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah Suci Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat kepada Aku “.

Diperhatikannya dengan seksama dengan kesadaran Diri, ada perintah yang diterima Musa untuk menanggalkan Terompah atau alas kakinya.

Terbersit suatu pertanyaan dalam benakku, so apa makna yang tersirat dari yang tersurat tentang terompah itu?. Lalu IF Logic-ku bermain. Jika yang dimaksud terompah itu adalah alas kaki yang sebenarnya, dalam bentuk dan wujud fisik (material), maka tak ada alasan untuk dilepaskan. Bukankah pada saat itu telah disebutkan bahwa Musa telah berada di lembah Suci Thuwa ?.

Maka, Terompah itu mau dilepaskan atau tidak toh tetap saja Musa dan Terompahnya telah berada di tempat yang Suci.

Dari untaian 4 ayat di atas, telah dijelaskan bahwa Terompah itu dilepaskan karena Tuhan telah memilih Musa agar dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan Tuhan kepadanya.

Terompah dari bahan apa seh koq sampe bisa menghalangi suara Tuhan, If Terompahnya masih tetap dipakai oleh Musa?.

Bukankah Musa telah mendengarkan perintah Tuhan pada panggilan yang pertama kalinya yang saat itu Musa masih memakai Terompahnya?
Perintah melepas Terompah agar Musa dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan oleh Tuhan kepadanya. Apa hubungannya sepasang Terompah dengan Wahyu Tuhan yang akan disampaikan kepada Musa ?

Berbagai penafsiran dan pemahaman ayat ini, banyak para pencari ingin mengetahui ittibarah dari penanggalan Terompah Musa ini. Ada yang memaknai Terompah itu sebagai wujud materi, harta benda, keluarga atau segala bentuk wujud fisikal lainnya.

But, just one step :
Bukankah keluarga Musa dan domba-dombanya telah ditinggalkan pada saat Musa menghampiri nyala api di lembah Thuwa ?. Bukankah Musa pada saat itu juga masih memakai pakain dan memegang tongkatnya?

Jika perintah untuk melepaskan sepasang Terompah bermakna sebagai wujud ‘Keberadaan yang Fana’ yakni menanggalkan segala bentuk “ke-aku-an” dalam diri Musa A.S. baik itu berupa Akal Fikiran dan Naluri.

Fana adalah suatu keadaan seseorang yang sudah tidak lagi menginginkan Hasrat akan keutamaan, keindahan, gebyarnya dunia dan kenikmatan akhirat.

Seseorang yang sudah berhenti pada terminal Fana ia telah berada pada phase kondisi dan suasana Lebur dan Lenyap dalam kekosongan Lebur Papan lan Tulisan’, yang ada hanyalah Allahu Raabbul Alamin.

Di tahap Fana inilah, seseorang Kosong Dirinya dari segala macam bentuk ke-aku-an yang diibaratkan denagn Terompah tadi, yaitu yang melekat dijasad fisikalnya, untuk ‘mengosongkan hati/batin’ dari berbagai hasrat lahiriah dan ‘Mengosongkan Pikiran’ daripada khayalan dan lamunan serta impian meraih hiasan duniawi yang harus dilakukan Musa, agar suara-suara Tuhan dapat diterima dengan segala ‘Kejernihan Hati dan Pikiran daan Perasaan’ dari hasrat dan illusi, yang digambarkan dalam bentuk qiyas sebagai wujud sepasang Terompah.

Hati yang suci dan pikiran yang jernih, adalah cerminan bagi Allah SWT. Hanya dalam hati yang suci dan pikiran yang bersih Qalam Illahi akan dapat terukir dan terekam. ‘Aku berada dalam hati seorang mukmin’

Dalam kondisi seperti itu segala kehendak-Nya akan dapat terbaca dan terdengar jika kita telah melepaskan Terompah kita yang berupa “ Pengosongan HATI dan PIKIRAN’

Pada tahapan ini seorang pejalan kepada Tuhan harus mau melepaskan kesadarannya terhadap keadaan Fana, melepaskan Keterikatnnya dengan alam Fana. Yang pada akhirnya terbebaskan dari tingkatan dan maqam Fana menuju pencapaian keadaan “ Peniadaan atas Ketiaadaan “ yang Ada hanyalah Dia Yang Maha Mutlaq,

Dia-lah Tuhan Al Haq. Fana dalam kehampaan, dan tiada lagi suatu apapun yang berdiri disamping-Nya, yang Ada hanyalah Wajah Yang Maha Suci dan tiada lagi yang Kekal selain Wajah Yang Maha Mulia dalam balutan Wujud Dzat-Nya.